Tantangan dalam Menerapkan Ekonomi Islam Sebagai Solusi Perekonomian di Indonesia

Ekonomi-islam-solusi-perekonomian-Indonesia-jpg


Dewasa ini, lembaga-lembaga ekonomi yang berbasis syariah semakin naik daun di panggung perekonomian nasional. Mereka lahir menyusul krisis berkepanjangan sebagai buah kegagalan sistem moneter kapitalis di tanah air. 

Sejak berdirinya Bank Muamalat sebagai pelopor bank yang menggunakan sistem syariah pada tahun 1991, kini banyak bank-bank syariah yang kemudian mulai menapaki jejak terdahulunya, bank syariah mulai menunjukkan eksistensinya, baik yang murni menggunakan sistem tersebut maupun baru pada tahap membuka Unit Usaha Syariah (UUS) atau divisi usaha syariah.

Ekonomi islam mulai dilirik oleh masyarakat disaat ekonomi konvensional dianggap sudah tidak mampu memberikan kesejahteraan umat. Sistem bunga yang dalam pandangan islam dianggap sebagai riba sudah tertangkap basah menggerogoti jantung ekonomi masyarakat. Bahkan jika ditelusuri, ekonomi konvensional sudah jelas tidak akan memberkan jaminan yang pasti kepada bangsa untuk kedepannya. 

Ekonomi islam mulai menjadi isu hangat yang diperbincangkan oleh masyarakat yang berkacamata ekonomi. Hal ini memang sewajarnya sudah menjadi keharusan karena sistem yang kuat sudah terlebih dahulu dimuat dalam Alquran dan Hadis. Merujuk kepada Alquran dan Hadits, berikut adalah beberapa kelebihan dari ekonomi islam :

1. Menjunjung Kebebasan Individu

Manusia mempunyai kebebasan untuk membuat sebuah keputusan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuha hidupnya. Dengan kebebasan ini manusia dapat bebas mengoptimalkan potensinya. Dalam ekonomi islam, sejatinya tidak memberikan batasan-batasan yang berpotensi terlalu mengekang tiap-tiap individu dalam memerani aktivitas ekonomi. Sehingga setiap insan yang mengaktori ekonomi islam, dapat berinovasi sesuai dengan perannya masing-masing 

Kebebasan manusia dalam Islam didasarkan atas nilai-nilai tauhid, yakni suatu nilai yang membebaskan dari segala sesuatu kecuali Allah. Nilai tauhid inilah yang akan menjadikan manusia menjadi berani dan percaya diri. Nilai tauhid ini juga yang nantinya akan memberikan perlindungan kepada setiap pelaku ekonomi untuk tidak keluar dari aturan-aturan yang yang tertulis.

2. Mengakui hak individu terhadap harta

Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta. Hak pemilikan harta hanya diperoleh dengan cara-cara yang sesuai dengan ketentuan Islam. Islam mengatur kepemilikan harta didasarkan atas kemaslahatan sehingga keberadaan harta akan menimbulkan sikap saling menghargai dan menghormati antara sesama manusia.

Hal ini terjadi karena bagi seorang muslim harta hanyalah titipan Allah yang telah dijelaskan pada Alquran surah Al-Hadid ayat 7, sebagai berikut :

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al-Hadid : 7)

Dengan demikian jelaslah bahwa kepemilikan dalam Ekonomi Islam adalah kepemilikan yang didasarkan pada Agama. Kepemilikan ini tidak memberikan hak mutlak kepada pemiliknya untuk mempergunakan semaunya sendiri, melainkan harus sesuai dengan syariat. Yakni harta yang didapatkan tidak semata-mata untuk memuaskan hasrat pribadi saja, tetapi bagaimana agar harta tersebut memberikan manfaat juga kepada masyarakat luas yang membutuhkan. Aturan tersebut dapat diimplementasikan dengan Zakat, infaq, sedekah dan sebagainya seperti yang telah diatur dalam Alquran dan Hadis. Hal ini dikarenakan kepemilikan manusia terhadap harta pada dasarnya hanya sementara, tidak abadi, dan tidak lebih dari pinjaman terbatas dai Allah.

3. Ketidaksamaan ekonomi dalam batas yang wajar

Islam mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi antara perorangan. Salah satu penghalang yang menjadikan banyaknya ketidak adilan bukan disebabkan karena Allah, tetapi ketidakadilan yang terjadi dikarenakan sistem yang dibuat manusia sendiri. Misalnya, masyarakat lebih hormat kepada orang yang mempunyai jabatan tinggi dan lebih banyak mempunyai harta, hingga masyarakat telah terbiasa menganggap bahwa orang-orang yang mempunyai jabatan dan harta mempunyai kedudukan lebih tinggi dibanding yang lainnya. Akhirnya, sebagian orang yang tidak mempunyai harta dan jabatan merasa bahwa, "Allah itu tidak adil".

4. Jaminan sosial

Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah negara, dan setiap warga negara dijamin untuk memperoleh kebutuhan pokoknya masing-masing. Memang menjadi tugas dan tanggungjawab utama bagi sebuah negara untuk menjamin setiap negara, dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan prinsip “hak untuk hidup". 

Dalam sistem ekonomi Islam negara mempunyai tanggung jawab untuk mengalokasikan sumber daya alam guna meningkatkan kesejahteraan rakyat secara umum. 

 “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu …” (Q.S. Al-Baqarah :29)

Dengan demikian, seluruh bagian dari Sumber daya alam yang berfungsi sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan semua manusia dan penunjang kehidupan mereka di dunia ini haruslah dimanfaatkan oleh manusia dalam rangka mengabdi dan menjalankan perintah Allah.

5. Larangan menimbun kekayaan

Sistem ekonomi Islam melarang individu mengumpulkan harta kekayaan secara berlebihan. Seorang muslim berkewajiban untuk mencegah dirinya dan masyarakat supaya tidak berlebihan dalam pemilikan harta. Seorang muslim dilarang beranggapan terlalu berlebihan terhadap harta sehingga menyebabkan ia mengunakan cara-cara yang tidak benar untuk mendapatkannya.

Penimbunan kekayaan adalah hal yang jelas-jelas dilarang dalam syariat Islam. Penimbunan kekayaan berarti kegiatan seseorang untuk melakukan penimbunan harta/uang/barang untuk tujuan mendapatkan keuntungan yang besar di masa depan. Penimbunan kekayaan merupakan kegiatan menahan barang-barang langka untuk kemudian dijual dengan harga yang jauh lebih mahal di masa yang akan datang.



Islam mencegah penimbunan kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada semua lapisan masyarakat. Sumber daya alam adalah hak manusia untuk dipergunakan manusia untuk kemaslahatannya, upaya ini tidak menjadi masalah bila tidak ada usaha untuk mengoptimalkan melalui ketentuan-ketentuan syariah.

Islam membolehkan seseorang menabung uang untuk membiayai suatu keperluan yang ia rencanakan. Islam hanya mewajibkan pengeluaran zakat dari uang yang ditabung itu jika sudah mencapai batas nishab dan berlalu haulnya. Sebaliknya, Islam mengharamkan penimbunan emas dan perak. 
Allah Swt. berfirman:

"Orang-orang yang menimbun emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah, kepada mereka beritahukanlah bahwa mereka akan mendapat siksaan yang sangat pedih." (QS at-Taubah : 34).

Adanya ancaman berupa siksaan yang pedih atas orang yang menimbun emas dan perak merupakan indikasi yang menunjukkan bahwa larangan itu bersifat tegas. Dengan demikian, menimbun emas dan perak yang juga mencakup terhadap penimbunan uang secara umum hukumnya haram.

6. Kesejahteraan individu dan masyarakat

Islam mengakui kehidupan individu dan masyarakat saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Masyarakat akan menjadi aktor yang dominan dalam membentuk sikap individu sehingga karakter individu banyak dipengaruhi oleh karakter masyarakat. Demikian juga sebaliknya, tidak akan terbentuk karakter masyarakat khas tanpa keterlibatan dari individu-individu.

Perbedaan Konsep Ekonomi Islam dan Kapitalis

Ekonomi-islam-solusi-perekonomian-Indonesia-jpg

Konsep dari ekonomi kapitalis menganggap sumber kekayaan itu sangat langka dan harus di peroleh dengan cara bekerja keras dimana setiap pribadi boleh memiliki kekayaan tanpa untuk mencapai tujuan hidupnya. 

Dalam sistim ekonomi kapitalis perusahaan dimiliki oleh perorangan. Terjadi nya pasar (market) dan terjadinya demand and supply adalah ciri khas dari ekonomi kapitalis. Keputusan yang diambil atas isu yang terjadi seputar masalah ekonomi sumbernya adalah dari kalangan kelas bawah yang membawa masalah tersebut ke level yang lebih atas.

Sementara itu, Islam mempunyai sebuah konsep yang berbeda mengenai kekayaan, semua kekayaan di dunia adalah milik dari Allah SWT yang dititipkan kepada kita, dan kekayaan yang kita miliki harus diperoleh dengan cara yang halal, untuk mencapai kemakmuran dan kebahagian yang abadi baik di dunia maupun di akhirat. 
Seperti yang disebutkan pada surah Al-baqarah ayat 284 :

"Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi." (QS. Al-baqarah : 284)

Dalam Islam yang ingin mempunya properti atau perusahaan harus mendapatkannya dengan  usaha yang keras untuk mencapai yang namanya Islamic Legal Maxim, yaitu  mencari keuntungan yang sebanyak banyak nya yang sesuai dengan ketentuan dari prinsip-prinsip syariah. Hal yang sangat penting  dalam transaksi Ekonomi Islam adalah tidak ada nya unsur Riba (interest) Maisir (judi) dan Gharar (ketidak pastian).

Dalam ilmu ekonomi konvensional baik itu kapitalis maupun sosialis, kita mengenal suatu teori yang sudah sangat familiar dan menjadi suatu landasan kebijakan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi, yaitu teori kelangkaan (Scarcity). Teori ini menyimpulkan bahwa kondisi sumber daya yang ada tidak cukup untuk memenuhi atau memuaskan semua kebutuhan manusia. Dengan kata lain, jumlah kebutuhan lebih banyak daripada ketersediaan komoditi barang dan jasa. 

Jika kita memahami teori yang dipaparkan di atas, maka ini sangat bertentangan dalam ajaran Islam, seperti yang di firmankan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Hud: 6

"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)."

Ayat di atas memberi penjelasan bahwa setiap mahluk hidup yang diciptakan oleh Allah SWT telah dijamin rezekinya. Kemudian dikuatkan lagi dengan Firman-Nya yang lain :

"Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya." (Al Furqan:2)

Ayat di atas memberi penjelesan bahwa langit dan bumi adalah milik Allah SWT, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatunya dan tidak memiliki tandingan. Alam semesta diciptakan dengan ukuran-ukuran yang tepat dan seimbang, tidak kurang dan tidak lebih. Alam semesta secara alami dapat memenuhi kebutuhan makhluk hidup di dalamnya jika dijaga dan dipelihara dengan baik.

Seluruh prinsip ekonomi islam tampaknya sudah terkonsep dalam Alquran dan rapi sejak zaman dulu. Namun dominasi pemikiran ekonomi konvensional menjadikan ekonomi Islam belum mampu unggul dikacamata masyarakat sebagaimana yang diharapkan. Padahal ekonomi Islam berisi tuntunan dan pedoman ideal yang mampu mengakomodir kebutuhan hidup manusia di dunia maupun di akhirat. 

Dengan jaminan mayoritas penduduk di negara muslim, tentunya akan mampu menerima ekonomi Islam, tetapi perkembangan ekonomi Islam tidak semulus yang diharapkan walaupun bisa dikatakan hal tersebut sebagai fenomena umum sebagai suatu "sistem ekonomi baru" yang mau menanamkan pengaruhnya di tengah masyarakat yang telah lama menerima sistem ekonomi konvensional.

Secara global kendala sistem ekonomi Islam dapat dilihat dari beberapa faktor sebagai berikut:

1. Praktik ekonomi konvensional lebih dahulu dikenal

Praktik ekonomi konvensional lebih dahulu dikenal oleh masyarakat. Masyarakat bersentuhan langsung dengan konsep ekonomi konvensional di berbagai bidang konsumsi, produksi, distribusi dan lainya. Sehingga pemahaman baru sulit dipaksakan dan diterima oleh masyarakat yang lebih dahulu berjabat tangan dengan konsep ekonomi konvensional. Kita telah mengetahui ekonomi konvensional merupakan cerminan dari sistem ekonomi kapitalis meskipun tidak sepenuhnya. Karena secara tersirat ekonomi konvensional juga mengadopsi sistem ekonomi sosialis. 

Dengan kondisi ini, maka ekonomi islam yang sejatinya telah tersusun rapi sejak dahulu, membuatnya terlihat seperti "anak baru" yang terkadang tidak bisa diterima langsung oleh orang-orang. Atau membutuhkan waktu yang cukup untuk akhirnya bisa mengakrabkan diri.


2. Pengetahuan sejarah pemikiran ekonomi Islam kurang

Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan pengetahuan Eropa tidak lepas dari peranan pengetahuan Islam. Masa transformasi pengetahuan yang terjadi pada abad pertengahan kurang dikenal oleh masyarakat. Hal ini yang menyebabkan timbulnya pemahaman bahwa pengetahuan lahir di daratan Eropa, apalagi berbagai informasi lebih mengarahkan pada pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh Eropa. Karenanya lebih mengenai Adam Smith, Robert Malthus, David Ricardo, JM Keynes dan sebagainya, dibandingkan dengan tokoh-tokoh ekonomi Islam seperti Abu Yusuf, Ibnu Ubaid, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun dan sebagainya.

Padahal mengetahui perkembangan sejarah pemikiran ekonomi akan menimbulkan kebanggaan masyarakat terhadap tokoh-tokoh ekonomi Islam. Secara tidak langsung hal ini akan mempengaruhi ketertarikan mereka terhadap pemikiran tokoh-tokoh ini. 

3. Masih terbatasnya perguruan Tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam


Ekonomi-islam-solusi-perekonomian-Indonesia-jpgPendidikan merupakan faktor penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas pendidikan akan berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat. Baik dalam aspek ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya. Masih minimnya lembaga tranining dan consulting dalam bidang ini menyebabkan sumber daya manusia di bidang ekonomi dan keuangan syariah masih terbatas dan belum memiliki pengetahuan ekonomi syariah yang memadai. Hal ini menyebabkan sistem keuangan syariah di Indonesia masih belum bisa berdiri kokoh.

4.Masih minimnya pakar ekonomi Islam yang berkualitas 

Di Indonesia, ahli-ahli ekonomi islam yang menguasai ilmu-ilmu ekonomi modern dan ilmu-ilmu syariah secara integratif masih sangat kurang. Pendidikan yang menfokuskan kepada ekonomi syariah belum bisa bekerja secara maksimal. Akibatnya Indonesia masih membutuhkan pakar-pakar ekonomi yang paham akan syariat islam untuk dijadikan sebagai pemimpin. Karena dalam menjalankan suatu sistem, kita membutuhkan seorang pemimpin atau lembaga yang memang sudah ahli dalam suatu bidang tertentu yang didalaminya.

5.Peran pemerintah masih rendah terhadap pengembangan ekonomi syariah

Pemerintah yang diangkat sebagai pemimpin adalah faktor terpenting dalam mensukseskan penerapan ekonomi islam di Indonesia. Namun peran ini masih sangat rendah karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan mereka tentang ilmu ekonomi Islam. Perangkat peraturan, hukum dan kebijakan, baik dalam skala nasional maupun internasional masih belum memadai.

Peran pemerintah memang menjadi panggung utama dalam mensukseskan setiap sistem dalam sebuah negara. Apabila pemerintah mesih memberikan kontribusi yang minimum, maka akan sangat sulit untuk merealisasikan ekonomi islam ini.

Sebagai kesimpulan, penerapan ekonomi Islam masih memiliki banyak kendala baik dari sumber daya manusia atau tenaga ahli, pengetahuan dan pendidikan, peran pemerintah dan sebagainya. Harus kita akui bahwa hal ini tentunya berbeda dengan pesatnya perkembangan ekonomi kapitalis yang sudah sejak lama berdiri di tanah air. Sebagai sistem yang baru dikenal oleh masyarakat, ekonomi islam tentunya tidak mudah untuk diterapkan dengan sepenuhnya. Berbagai rintangan dan sensitifitas masyarakat harus dilewati dengan perlahan. 

Sebagai generasi bangsa yang beriman, tentunya ini sebagai tanggung jawab besar yang diserahkan kepada kita secara tidak langsung. Semangat yang tinggi dan pengukuhan ilmu tentang ekonomi syariah menjadi tugas kita saat ini. Tidak hanya itu, peran pemerintah juga sangat mendukung dalam menerapkan tanggung jawab besar tersebut. Jadi antara pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat hendaknya memiliki integritas pengetahuan yang tinggi terhadap sistem ekonomi islam.

















LihatTutupComment